Politik Makhluk Halus
Oleh: Bernadinus Steni, (Kandidat Doktor dalam bidang Managemen Lingkungan IPB, Penggiat Standar Berkelanjutan)
JELANG 2024, musim kampanye tidak hanya dimeriahkan oleh orkes penampilan politisi. Di balik remang-remang politik, banyak pula yang sowan ke dunia goib. Politik Indonesia memang nyentrik.
Dari masa ke masa, bahkan ketika demokrasi modern dijalankan tahun 1955 dan dimulai lagi tahun 1999, hantu, jin, makhluk halus dan sejenisnya turut diajak terlibat dalam politik.
Lumrah bagi politisi mendatangi dukun, tokoh agama, tokoh spiritual, dan sejenisnya yang acapkali dikategorikan sebagai “orang pintar”.
Menarik, bahwa konsep “pintar” rupanya bukanlah monopoli kampus. Julukan “pintar” telah hidup secara sosial yang maknanya agak mirip dengan”pintar” bagi orang kampus, yakni orang-orang pandai yang berilmu termasuk ilmu goib (lihat kamus Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan Edisi IV hal 1010 dan 1078).
Karena itu, pintar dalam dunia perdukunan juga dilengkapi dengan semacam metode berupa perabotan dan ukuran capainnya.
Misalnya, ada yang menjanjikan penyertaan ribuan pasukan bayangan, apapun namanya, untuk mendukung sang calon. Seru, bukan!