Ketika SG Institute dan Perennial Institute Perkuat Literasi Jurnalistik, Kewirausahaan dan Digital di Lingkungan Seminari dan Perguruan Tinggi Sedaratan Flores
Oleh Walburgus Abulat (Wartawan Senior dan Pegiat Literasi)
Namun, literasi selalu tersituasi di mana saja, dan terlebih literasi tidak dapat dipisahkan dari praksis sosial. Oleh karena itu, diperlukannya kesadaran dan pemahaman literasi sebagai praktik sosial yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
“Saat ini, teknologi yang menawarkan kemudahan untuk mendapatkan informasi telah menjadi jalan pintas di saat membaca media cetak yang terasa membosankan, ditambah lagi membaca bermakna belum menjadi
budaya yang tertanam kuat. Sehingga pengguna sering ‘gagap membaca media informasi’ yang ditandai dengan kurangnya sikap kritis dalam memilah dan menerapkan akurasi informasi, kurangnya pemahaman terhadap informasi, atau menggunakan informasi untuk tujuan menghasut merusak. Oleh karena itu perlu ditanamkan pemahaman mengenai fungsi dan makna literasi dalam kehidupan sosial seseorang sejak dini, lebih khusus lagi di kalangan orang muda techsavvy,” ungkap Gandi, usahawan muda yang juga pengamat kebijakan publik itu.
Dalam buku hasil kolaborasi berjudul Situation Literacies, Barton dan Hamilton (2000:9) memberikan beberapa konsep penting untuk memahami literasi sebagai sosial-kemanusiaan. Menurut mereka, literasi
dimaknai sebagai pertimbangan praktik sosial, yang bisa dirunut dari berbagai peristiwa di mana teks tertulis dan sebagian orang yang terlibat di dalamnya. Dalam hal ini, menurut keduanya, praktik literasi memiliki tujuan tertentu dan berkaitan erat dengan tujuan sosial, ekonomi, politik dan praktik budaya secara umum. Literasi terkait dengan kemampuan masyarakat dalam menyaring informasi dan menyampaikan informasi secara kritis tanpa terjebak dalam informasi palsu atau kabar bohong.