Beda dengan momen-momen lainnya, peristiwa kematian adalah episode murung yang dianggap sebagai akhir dari segalanya. Puja puji terhadap kemuliaan Yesus sekonyong-konyong basi. Tidak ada gunanya. Harapan bahwa Yesus adalah penyelamat Bangsa Israel pupus hingga minus.
Pada momen yang mati harapan itulah, Jusuf gagah berani menghadap Pilatus untuk meminta izin menurunkan jenazah Yesus.
Ia menantang cibiran dan sinisme publik karena masih mau mengais penghormatan pada tubuh tanpa arti dari orang yang masanya sudah berakhir. Ngapain sih repot-repot cari perkara.
Lebih nekat lagi karena Jusuf bukan orang biasa. Ia adalah salah satu anggota Dewan Sanhedrin atau Mahkamah Agama yang amat terhormat di kalangan Bangsa Yahudi.
Ia merupakan penerus tradisi tua dari hakim-hakim pada masyarakat Israel yang telah berlangsung pasca kepemimpinan Musa. Mereka mendapatkan tanggung jawab memutuskan perkara dan mengatur kehidupan publik Bangsa Israel.
Tindakan Jusuf dapat dikatakan melenceng dari ukuran hakim yang netral dan obyektif. Bahkan bisa jadi ia mencoreng reputasinya sebagai seorang hakim yang harusnya bersih dari sikap yang mendukung seorang tokoh tertentu.