HARI ini, selepas ekaristi, saya sejenak memandang sebuah tasbih rosario di meja doa saya. Lima tahun silam, rosario ini warnanya hitam, kini sudah agak kusam; namun masih tetap dipakai untuk berdoa rosario atau dalam saat-saat tertentu untuk novena.
Saya sejenak memandang rosario ini, selain karena merupakan buatan tangan almarhum Hapak Antonius Enga Tifaona, yang dihadiahkan keluarga kepada saya saat ikut dalam misa konselebran memperingati 40 hari kematiannya; tetapi juga saya menganggap tasbih itu merupakan representasi kehadirannya untuk saya di tanah rantau, supaya ikut serta bersukacita atas peresmian patungnya, hari ini, 27 Januari 2023, di tanah kelahirannya Lembata, ujung timur Nusa Bunga.
Dari segi usia, seharusnya tasbih Rosario ini sudah rusak dan mungkin tak terpakai lagi sebagaimana rosarioku yang lain. Namun tasbih Rosario Bapa Anton saya perlakukan istimewa. Ia hanya saya tempatkan di kamar, di meja doa, dan digunakan saat dalam kesunyian kamar. Tasbih rosario ini begitu istimewa karena dibuat oleh seorang Brigjen Polisi sebagai pengisi kesibukan di saat usia yang sudah mulai uzur sampai memasuki tanah abadi.