Agama dan Kemanusiaan
Maklumat Yesus itu, yang tampak sangat keras dan tegas, memberikan sebuah gambaran yang jelas bahwa agama dan cara hidup manusia beragama haruslah melampui hidup dan perilaku hidup orang-orang berdosa. Sebab bila agama justru memapankan dosa, agama kehilangan identitas serentak kehilangan tugas perutusannya. Tidak heran, kepada para pengikut-Nya, pada hari Kamis yang silam, Yesus menegaskan untuk mengasihi musuh, meminta berkat kepada mereka yang mengutuk, berdoa untuk mereka yang mencaci, tak membalas kejahatan dengan kejahatan, serta memberi dengan kemurahan hati. Dengan seruan, yang tampak agak ekstreem ini, menjadi jelas bahwa bagi Yesus peran sentral agama adalah sebagai zona pertumbuhan seseorang menuju hidup manusia yang manusiawi, dan bukan zona nyaman ritualistic untuk sekedar memamapankan manusia lama ala kaum farisi dan ahli taurat.
Demi menjadikan agama sebagai jalan petumbuhan hidup yang manusiawi itu, maka kata Yesus hari Jumat, agama harus membentuk manusia untuk sanggup melihat diri sendiri; mampu bercermin pada diri sendiri, tekun mengevaluasi diri sendiri, sehingga berani mengeluarkan balok dari mata sendiri. Ketika agama hanya sibuk membentuk umatnya untuk melihat selumbar pada orang –orang lain, mencari kesalahan-kesalahan agama lain, apalagi dengan argumentasi-argumentasi yang tampak dungu, sehingga abai pada soal interior diri bahkan lupa akan hakikat agama sebagai jalan transformasi personal, maka agama kehilangan identitasnya.