Maria di Fatima dan Perlawanan terhadap Atheisme

Oleh: Bernadinus Steni (Mahasiswa S3 Dalam Bidang Managemen Lingkungan IPB, Penggiat Standar Berkelanjutan)

Ket Gambar | ilustrasi penampakan bunda Maria Fatima | sumber : https://pequesypecas.blogspot.com/2012/05/colorea-la-aparicion-de-la-virgen-de.html

Kemarin 13 Mei, Gereja Katolik merayakan Penampakan Bunda Maria di Fatima 106 tahun yang lalu: 13 Mei 1917. Fatima, awalnya adalah sebuah desa kecil yang mewarisi nama itu dari nama seorang perempuan bangsa Arab. Konon, perempuan itu diculik oleh seorang kesatria kerajaan Portugis, kemudian dibawa ke suatu desa yang letaknya di tengah kerajaan Portugis. Dalam perjalanan waktu, Fatima justru jatuh cinta pada penculiknya, lalu menikah dan berganti nama menjadi Oureana. Untuk mengenang negeri asalnya, tempat itu tetap dinamai Fatima. Lokasi Fatima saat ini persis berada di bagian tengah negeri Portugal, tepatnya di Distrik Santarem.

Peristiwa penampakan Bunda Maria di Fatima merupakan sebuah momen titik balik dalam pergulatan politik domestik portugal. Portugis telah dikenal sebagai salah satu pionir ajaran Katolik ke seluruh duni. Sisa masa lalu itu membentuk kerangka pikir religius yang turut menentukan sikap mereka terhadap kehidupan sehari-hari. Namun, seperti halnya negara-negara lain yang lintang pukang mengelola dunia industri yang baru menanjak dan sistem politik yang makin terbuka, masyarakat Portugal ketika itu ikut masuk dalam pusaran itu. Mereka terbelah hebat antara kubu sekuler dan konservatif. Kubu sekuler memperjuangkan republik tanpa pengaruh agama yang dimulai dengan revolusi tahun 1910. Mereka berhasil menggulingkan monarki konstitusional. Gerakan itu sangat antiklerus. Sehingga, periode 1910-1913 merupakan masa teror bagi gereja. Pastor dan uskup dipenjara atau dibuang. Tatanan religius ditekan. Hampir semua seminari ditutup dan disita. Sementara gerakan misi dihentikan atau ditinggalkan begitu saja. Gerakan liberal Freemasonry memegang kendali negara itu. Periode 1910-1926 berlangsung 16 kali revolusi dengan 40 kali perubahan pada pejabat yang memerintah, membuat politik negara itu berada dalam tiupan angin sakal.

BACA JUGA:
Menjadi Imago Dei: Panggilan Dasar Kita Manusia
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More