Virus Corona: Konspirasi dan Masa Depan Demokrasi

Bernadinus Steni (Penggiat Standar Berkelanjutan)

Sementara warga yang masih oleng akibat bencana luput melihat kecenderungan itu. Mereka pasrah memikul beban sebagai bentuk baru pasca bencana.

Suatu ekonomi bencana, tutur Klein, menimbulkan disorientasi bagi publik, sehingga sulit mengkonsolidasikan gagasannya secara solid. Mereka terpecah-pecah dalam spora yang luluh lantak. Hampir tidak ada kelompok penekan yang secara kuat memberikan kritik dan memperhitungkan perbedaan lain.

Relevansi pemikiran Klein sangat nampak dalam situasi belakangan ini, saat Corona mewabah. Seperti telah diberitakan di berbagai media, APD (Alat Pelindung Diri) untuk Corona tidak hanya sebatas masker.

Dalam satu paket pengaman disertai juga baju, sepatu, topi, kaus tangan, dan kacamata. Penggunaannya pun hanya sekali pakai. Sebelum pandemi terjadi, seperangkat APD dihargai Rp. 600.000. Ketika Corona mulai membara, APD pun ikut melonjak hingga Rp. 2jt per set. Bahkan ada yang mencapai Rp. 3 juta per unit.

Itu semua, walau bikin dahi berkerut, diterima publik dengan pasrah dan terberi (given). Dalam kekalutan bencana, orang tidak berpikir rasional selain emosi tak tekontrol, entah meledak atau merana.

BACA JUGA:
Ahli Komodo Tim S. Jessop dan Peran Ekologis Komodo
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More