Lagu lama panggilan “tuang guru”. Jasa yang berlimpah hanya dikompensasi tak seberapa. Apalagi mereka yang mengabdi honorer. Lebih sering dibayar telat berbulan-bulan daripada gaji rutin bulanan. Tapi di balik kemeja lusuh, pengabdian mereka sama. Bikin orang jadi manusia.
Untukmu guru dan ayahku seorang pensiunan guru, yang mengajari kami membaca dan menulis. Seperti sebuah perkataan dalam Bahasa Italia, “…Non ho bisogno di un santo, lo trovato in te..” Tidak kuperlukan santo, sudah kutemukan dalam dirimu.
*Penulisi adalah Mahasiswa Program Doktoral Dalam Bidang Managemen Lingkungan IPB, Penggiat Standar Berkelanjutan)
Guru dikampung (dulu) sumber dari segala sumber. Sumber pengetahuan, sumber ajaran (agama), sumber peradaban, sumber informasi dan sumber pemikiran kekinian. Bahkan sumber kebenaran (hakim) penyelesaian masalah tingkat kampung. Sejalan dg perkembangan zaman dan keterbukaan informasi, beberapa predikat guru (kampung) mulai tergerus. Dan banyaknya murid mereka yang berpendidikan tinggi juga mempengaruhi pandangan masyarakat kampung terhadap guru mulai bergeser. Tapi sesuatu yang tdk boleh terlupakan adalah guru (kampung) dulu adalah pembuka jalan peradaban orang kampung..🙏
Nama tuang guru masih kuat dalam emosi dan ingatan untuk kraeng-kraeng guru di kampung dan desa yang tersebar di daratan Flores dan Manggarai khususnya. Nama guru tetap terpatri di tengah masyarakat Manggarai. Sebab karena itu, guru sebagai pelukis masa depan, sehingga guru disebut sebagai pahlawan pembangun insan cendekia. Banyak orang hebat dilahirkan oleh seorang guru yang biasa-biasa saja. Namun, dari gurulah banyak melahirkan mutiara, emas dan intan serta berlian yang hebat di dunia ini.