
Tengok Diversifikasi Pangan di NTT, Pemerintah Dorong Peningkatan Produksi Sorgum
Oleh Putut Trihusodo (Penulis Indonesia.go.id)
Namun, memang tak mudah mengerek pamor sorgum sebagai bahan makanan pokok. Sekam kulit sorgum tak semudah sekam gabah untuk dipisahkan. Mesin giling padi tak sesuai untuk sorgum. Secara alamiah, biji sorgum juga mengandung tanin, yang memberi rasa sepet, seperti rasa di buah salak yang belum matang. Rasa sepet itu cukup kental karena kadar tanin itu berkisar antara 2,7– 10,2 persen.
Banyak cara untuk menghilangkan tanin ini. Perendaman dengan air suling (murni) selama 30 jam, bisa mengurangi kadar tanin itu sampai 31 persen. Penelitian yang lain menyatakan, perendaman sorgum dalam larutan natrium carbonat (Na2 CO3) bisa menghilangkan 77,5 persen tanin. Dengan proses itu, cita rasa beras sorgum sudah tak kalah dari padi pada umumnya. Hanya saja, harganya cukup tinggi. Toko-toko online membanderolnya Rp45 ribu hingga Rp55 ribu per kilogram.
Untuk menjadikan sorgum sebagai bahan tepung unggulan juga penuh tantangan. Selain soal tanin, sorgum juga tak mengandung bahan gluten, seperti halnya tepung terigu atau jelai. Kalaupun bukan soal gizi, gluten yang kaya protein itu berperan seperti lem sehingga butiran tepung tak mudah lepas satu sama lain. Gluten membuat adonan lebih kenyal dan mengembang ketika dipanaskan. Hampir delapan persen dari protein gandum adalah gluten.