Namun selain kesaksian hidup, patung memorial dengan busana kebesaran polisi, sekaligus memberi pesan mulia bahwa busana polisi adalah symbol pengayom dan bukan stempel legal untuk menindas. Sebab bagaimanapun Indonesia adalah tempat mengabdi sesama dan bukan tempat menjajah, yang kuat memangsa yang lemah. Lebih dari itu, sebagai insan katolik, berdiri tegaknya patung Bapa Antonius Stefanus Enga Tifaona juga seakan berpesan bahwa di manapun, dan di instansi apapun, seorang katolik diutus sebagai misionaris. Ia harus hadir sebagai lilin baptis untuk mencahayai; untuk ikut memberi solusi dan bukan sebagai pelaku kegelapan sehingga menjadi bagian dari masalah.
Pesan-pesan inilah yang rasanya begitu membahana, karena sangat relevan dengan Lembata yang hari ini terkenal di media social sebagai kabupaten yang para abdinya lumayan rendah kehidupan moral dan etiknya, sehingga Lembata menjadi lembah tangisan.
Bapa Anton, engkau telah mengabdi sebagai seorang katolik tulen. Lilin baptismu ternyata tak pernah padam walau diterpa badai. Iman katolikmu tetap berbinar sehingga walau kecil nyala namun ikut mencahayai Indonesia, membuat bangsa ini tak terkungkung dalam gelap. Berdirilah tegap di Nusa Lembata, seraya pancarkan cahaya dan gemakan pesan untuk Lembata dan Indonesia. Aku menopangnya dengan tasbih buatan tanganmu. Proficiat.