Ratapan dan Pujian

Oleh Ferdinandus Erikson, S.Fil., Guru SMAN 2 Sendawar, Kalimantan Timur

MEMBACA “Solidaritas Kemanusiaan versus Urgensitas  Manajemen Kesiapsiagaan Bencana” oleh Walburgus Abulat; jurnalis, Penulis Buku,  dan Pegiat Kemanusiaan. Dalam bingkai UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan bencana sekaligus mengutip Sutan Syahrir ”Kebanggaan kita hanya jembatan untuk mencapai derajat kemanusiaan yang sempurna, bukan untuk memuaskan diri kita sendiri. Sekali-kali bukan untuk merusakkan pergaulan kemanusiaan.” Lebih lanjut ditegaskan oleh Kraeng Wal bahwa Kiranya refleksi kritis Sutan Syahrir ini memacu kita semua untuk terus memberikan pelayanan  yang tulus, terus merajut kesiap-siagaan untuk memaknai  dan menghadapi  setiap bencana alam demi pematangan pembaktian diri kita pada nilai-nilai kemanusiaan universal, terutama dalam misi kemanusiaan untuk bersolider dengan para korban gunung api Lewotobi Laki-Laki yang menelan korban jiwa 9 orang dan ribuan warga yang diungsikan serta memporak-porandakan pelbagai sarana dan prasarana.

Di awal sebelum mencoba mengiris tipis-tipis “bawang” refleksi ini saya menyampaikan turut merasakan kesedihan yang mendalam; berbeladuka atas apa yang terjadi di Flores Timur. Sebagaimana saat mengupas bawang; air matapun meleleh. Tragedi kemanusiaan yang bersumber dari bencana alam memunculkan pertanyaan-pertanyaan yang menggugat kesadaran apakah masih kurang dekatkah manusia dengan Tuhannya. Mengapa bencana ini terjadi setelah umat Katolik ”memperingati arwah semua orang beriman”yang sebelumnya  ada hari raya ” Semua Orang Kudus”. Berapa banyak  lilin menyala terpasang pada makam baik yang dikenal maupun tidak. Doa-doa, intensi Misa yang berderet-deret. Namun bencana dengan gampang beraktivitas merenggut nyawa manusia; merusak rumah, kebun, fasilitas umum dll. Di ujung Flores bagian barat ada sukacita tahbisan uskup; pestapora; syukuran; liturgi yang meriah. Di ujung Timurnya ada ratapan kesedihan; nyanyian Requiem ….ad te omnis caro veniet” (Kepada Mu lah semua orang datang). Ada juga lirik ……”kepada Mu lah orang membayar nazar”.

BACA JUGA:
Keseimbangan Ekologi dan Burung Pipit: Belajar dari Great Faminedi China
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More