Minggu Minggu terakhir ini peredaran minyak goreng langkah di pasaran Labuan Bajo dan sekitarnya. Para ibu di kota Labuan Bajo, seperti bersafari menuju Alfamart dan tokoh dan pasar untuk mencari dan bermaksud membeli minyak goreng. Namun, yang diharapkan sia sia belaka, karena tidak ada lagi jualan minyak goreng dari semua merek, seperti merek Bimoli yang menjadi trending topik bagi kebutuhan rumah tangga, usaha kuliner dan rumah makan atau pun restoran di kota Wisata Super premium ini. Akibatnya, akan berdampak meluas demi untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan pengusaha kuliner lama kelamaan akan gulung tikar, alias tidak menjajakan hasil jualannya karena kelangkaan minyak goreng. Apalagi awal bulan April tahun ini memasuki masa puasa rhamadan bagi kaum muslimin dan muslimah, sepanjang sebulan penuh, mulai bulan April di depan mata , tentu akan sangat riskan apabila kebutuhan pasokan sembako terganggu, membuat semua kegiatan dan keberlangsungan pasokan migor( minyak goreng) di pasaran bagi para konsumen akan terganggu, juga secara psikologis dan ekonomi yang tidak normal, menimbulkan kepincangan ekonomi demi kebutuhan konsumen pada umumnya, dan konsumen domestik khususnya. Semuanya akan terganggu dan berdampak meluas bagi kelangsungan ekonomi. Robert Thomas Maltus , seorang ahli ekonomi abad moderen, sudah menekankan bahwa, apabila rantai pasokan kebutuhan dasar masyarakat berupa sembako, misalnya minyak goreng dipasaran tidak tersedia secara optimal, maka terjadi kelangkaan yang pada gilirannya akan menimbulkan kepincangan ekonomi yang tidak seimbang, bisa menimbulkan harga naik melambung tinggi, dan apabila terus menerus sampai persediaan sangat terbatas, maka semua kebutuhan ekonomi pasar akan terganggu dan kolaps. Seperti usaha kuliner yang sangat tergantung pada minyak goreng di pasar. Misalnya, usaha warung makan, restoran, kebutuhan pokok rumah tangga, dan lain sebagainya.