Memelihara Citra Allah di Pasar Kehidupan
Misteri kemahapengampunan dan kemahamurahan hati Allah ini sama sekali tak dilihat oleh para pekerja pertama kebun anggur, seakan hidup mereka melulu karena hasil keringat mereka, sebagaimana gema Injil Minggu ke XXV. Hampir juga tak dilihat oleh Petrus, sehingga ia memberi ultimatum agar cukup mengampuni tujuh kali, sebagaimana gema injil Minggu XXIV silam. Justru para penganggur di pasar, juga wanita pendosa yang meminyaki kaki Yesus dengan wewangian mahal di rumah Simon, maupun Maria Magdalena, Susana dan Yohana, yang mengalami kebaikan Allah itu, sebagaimana gema injil hari Kamis dan Jumat yang silam. Para perempuan ini adalah perempuan yang sangat peka akan gerakan kasih Allah. Mereka bagai anak-anak di pasar yang menari saat mendengar nyanyian seruling; yang berduka ketika mendengarkan kidung duka, sebagaimana dilansir injil hari Rabu.
Menakjubkan bahwa kemahapengampunan dan kemahamurahan hati Allah yang dikumandangkan Yesus dalam pewartaan Khabar Baik-Nya yang dipancarkan Injil pekan ini, justru semakin diteriakkan oleh para ilmuwan dewasa ini dalam studi klinis ilmiahnya. Walau Martin Seligman kurang sependapat dengan keutamaan mengampuni karena ia merasa mengampuni menciptakan ketidakadilan, menunjukkan kasih kepada pelanggar tetapi tidak kepada korban, serta menghalangi balas dendam yang merupakan emosi yang dipegang oleh kebanyakan orang; namun Mayo Clinic, sebuah lembaga psikologi klinis, menjelaskan bahwa pengampunan sebagai wujud kemurahan hati adalah jalan menuju peningkatan kesehatan seseorang, terutama bagi sistem kekebalan, jantung, tekanan darah, dan membantu seseorang melawan kecemasan, stres, dan depresi. Sebab, katanya, mengampuni bukan hanya obat penyembuh untuk orang lain, melainkan terutama untuk diri sendiri.