Kasus Nabot: Perampasan Lahan dengan Modus Subversi
Oleh : Bernadinus Steni (Penggiat Standar Keberlanjutan, Tinggal di Jakarta)
CERITA ini diambil dari 1 Raja-Raja, Bab 20. Adalah Nabot, orang Yizreel mempunyai kebun anggur di samping Istana Raja Israel di Samaria. Ahab, sang Raja ingin membangun kebun sayur di samping istananya. Namun tanah calon kebun itu adalah kebun anggur milik Nabot, seorang rakyat jelata.
Untuk mendapatkan tanah itu, Ahab mengajak Nabot bicara dan memberinya dua opsi. Pertama, membeli kebun itu dengan harga yang pantas. Kedua, mengganti lahan kebun anggur itu dengan kebun yang lebih produktif di tempat lain.
Tawaran itu ditolak Nabot mentah-mentah karena menurut Nabot, bukan soal uang dan produktivitas, tetapi tanah itu adalah warisan milik leluhurnya. Tanah warisan adalah harga diri setiap orang Israel masa itu. Sehingga bagi Nabot, melepaskan tanah warisan sama halnya dengan menanggalkan harga diri.
Tradisi Israel masa itu dan diwariskan ke banyak sistem hukum masa kini, sangat menyokong properti. Sehingga upaya apapun dan oleh siapa pun yang bisa mengubah atau mengalihkan properti, hanya dapat dilakukan atas persetujuan pemiliknya.