Dalam konteks pendidikan, profesi gurulah yang paling sering bergaul dengan buku dan harus dengan buku bahkan harus memiliki buku-buku yang menunjang profesinya bahkan lagi seharusnya lebih banyak buku yang dimiliki sesuai profesinya sebagai pendidik manusia, pengajar ilmu, pembuka wawasan bagi masa depan siswa. Maka, guru boleh mengklaim diri sebagai promotor utama literasi dan penggerak utama literasi bahkan bila lebih persuasif dan santun dengan istilah Sahabat Penggerak Literasi (Mottonya Cakrawala NTT) bagi siswa.
Oleh karena itu, minat baca siswa justru bertumbuh dan lebih berkesan ada kemajuan setelah gurunya sudah memulai dengan minat dan semangat yang bergelora dalam menelusuri dunia ilmu pengetahuan dan dunia kehidupan dari buku sebagai jendela dunia. Minat baca yang terpelihara baik di kalangan siswa dan guru serta lingkungan yang sangat inspiratif akan sangat memungkinkan terciptanya sebuah kultur literasi (budi dan akal).
Tentu saja, ada baiknya juga bila kita bercermin pada siswa yang berminat dengan karya-karya sastra sebagai bahan bacaannya. Dengan pembelajaran apresiasi sastra yang efektif dalam pembelajaran akan sangat membantu perkembangan imajinasi siswa. Apabila kekayaan karya sastra (puisi dan prosa) didalami dengan membaca dan latihan menulis/mengarang sebagai adik kandung dari membaca akan terbentuklah penghalusan budi, pengayaan pengalaman, dan perluasan wawasan terhadap kehidupan yang sedang dijalani. Maka pembaca sastra menjadi manusia yang toleran, punya empati terhadap manusia dan makhluk lain, serta punya kepekaan terhadap alam sekitarnya dan lingkungan, tempat dia hidup. Maka terciptalah semangat apresiatif dalam diri siswa sebagaimana karya sastra adalah karya cipta seorang penulis.