Sebuah contoh kecil boleh di-share-kan di sini untuk memperkuat pemahaman kita yang sangat parsial terhadap teks yang tidak dibaca secara utuh. Perihal surat: Undangan menghadiri sebuah rapat. Yang dibaca hanya sebatas perihal surat tanpa membaca kelanjutan pada bagian isi surat lantas surat itu diarsipkan. Ketika ditanya: di mana? (tempat), kapan? (waktu: hari dan tanggal), berapa lama? Dari siapa/lembaga mana? Pesertanya? Setelah membacanya, si penerima surat langsung mengarsipkan tetapi tidak mampu untuk menjelaskan isi surat itu ketika ditanya. Sungguh disayangkan bahwa hal penting menyangkut isi surat pada tubuh tulisan/surat disepelekan dengan cara tanpa membaca secara utuh dari awal sampai akhir. Isi informasi dimengerti secara sangat parsial.
Sesungguhnya, era digital bisa memacu warga dunia menjadi manusia autodidak. Belajar sendiri tanpa harus menyertakan orang lain atau pendamping. Belajar sendiri dengan memanfaatkan fasilitas digital dengan tujuan dapat mengembangkan diri dalam hal informasi-pengetahuan dan karakter. Pada tingkat itu masih bisa dibenarkan. Tak perlu diajari berjam-jam oleh guru yang bermula dari pengenalan akan aksara, tata kalimat, dan struktur gramatikal yang baik dan benar. Yang lebih dipentingkan adalah informasi (pengetahuan) tanpa harus membaca secara komprehensif dengan pemahaman yang lebih dalam akan bahan bacaan. Tetapi itu tetap menjadi sebuah harapan dan idealisme besar akan mudahnya mendapatkan informasi yang tak lain adalah pengetahuan. Di bangku sekolah dan kuliah, siswa dan mahasiswa bisa belajar mandiri dengan cukup dilengkapi: modul, hand-out, diktat, atau ringkasan materi belajar atau bahan perkuliahan. Tak perlu belajar bertahun-tahun hanya dengan maksud bisa membaca. Itu adalah pemahaman dangkal. Pertanyaan mahapenting: sesepele itukah kewaspadaan kita?