
Telapak Kaki Penjual Gula Merah di Jantung Kota Labuan Bajo
Ia ogah duduk murung di rumah. Ia mengaku malu bergantung pada kelima anaknya yang telah berkeluarga. Rezeki sari manis gula merah, ia gunakan untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
“Saya malu meminta sesuatu kepada anak-anak saya karena mereka sudah berkeluarga. Itu sebabnya saya enggan duduk di rumah. Saya datang di kota ini menjual gula merah untuk memenuhi kebutuhan saya,” ujar pria berparas keriput itu ketika berjumpa penulis belum lama di Labuan Bajo.
Opa Goris mengisahkan bahwa ia memulai bisnis gula merah sejak istrinya meninggal. Modal awal hanya Rp2.000.000, uang tabungan istrinya. Ia memborong gula merah yang diproduksi oleh para petani di sejumlah kampung di Kecamatan Pacar.
Satu ikat gula merah (berisi 25 batang) ia beli seharga Rp250.000. Ia lalu meluncur ke Labuan Bajo membawa sekurang-kurangnya 300 batang gula merah (12 ikat). Di Labuan Bajo, ia jual Rp20.000 per batang. Kadang juga dijual 50.000 per 3 batang agar cepat laku. Setelah habis terjual, ia kembali ke kampung. Beberapa hari kemudian balik ke Kota Labuan Bajo. Begitu seterusnya.