Saya Aktivis HAM dan Beriman (Tanggapan Atas Opini Marianus Gaharpung)
Oleh John Bala, SH (Koordinator Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara Wilayah Bali-Nusra)
Status HGU-nya PT. Diag sepanjang belum berakhir masa-nya pasti legal berdasarkan Hukum Indonesia dan seterusnya akan mejalankan mekanisme sesuai hukum yg berlaku. Tapi sejarah menunjukan bahwa tanah tersebut berasal dari hak sewa barat ( hak erfpacht) dan hak barat ini berasal dari perampasan/perampokan pemerintah kolonial Belanda atas tanah pribumi (MA. Tana Ai Suku Goban dan Suku Soge) pada Tahun 1912.
Sejatinya Belanda tidak pernah bawah tanah dari negerinya ke Tana Ai. Belanda hanya bawah hukum kolonial untuk menegasikan sistem hukum pribumi dan mengambil tanahnya. Prinsip Domain Verklaring adalah alatnya.
Ingat…hukum Belanda hanya mengakui hak² bangsa pribumi berdasarkan sistem hukum Belanda separti Hak Eigendom, opstal dan Erfpacht dan tidak men⁸gakui hak berdasarkan hukum adat pribumi. Sehingga setiap tanah pribumi yang tidak bisa dibuktikan dengan hukum kolonial akan dengan dengan mudah diambil kalau mereka membutuhkan.
Pada tahun 1926 karena gagal mengelola perkebunannya (hak sewa-nya), perusahaan Belanda pemegang hak Erfpacht itu lalu menjualnya ke apostolishe Vicariaat Van de Kleine Soenda Hilanden seharaga 22,500 gulden.