Salib, Ketulusan Menderita

Oleh Arnoldus Nggorong, Alumnus STFK Ledalero; Tinggal di Labuan Bajo

Ketika film drama epik The Passion of the Christ diputar pertama kali pada tanggal 25 Februari 2004, persis pada hari Rabu Abu, awal masa prapaska, beberapa kalangan memberikan kritik justru karena menampilkan adegan kekerasan yang amat kejam, brutal dan mengerikan. Padahal Mel Gibson, sang sutradara, coba mengantar imajinasi penonton ke dalam pengalaman penderitaan Yesus pada waktu itu.

Di sini jelas bahwa penonton, yang sebatas menyaksikan cuma melalui film lalu membayangkan keadaan Yesus pada waktu itu, sudah merasakan kengerian dari peristiwa itu. Apalagi Yesus yang sungguh-sungguh mengalami dan merasakannya sendiri. Betapa tidak ada kata-kata yang dapat melukiskan kekejaman yang dilakukan manusia jaman itu.

Sekali lagi, andai saja Yesus tidak menerima hukuman penyaliban, jika ditilik dari deskripsi ringkas di atas, maka segala penderitaan yang terjadi masih dipandang sebagai beban. Oleh karena dilihat sebagai beban, dengan sendirinya, an sich, salib (penderitaan) adalah buruk, negatif.

Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More