Ratapan dan Pujian
Oleh Ferdinandus Erikson, S.Fil., Guru SMAN 2 Sendawar, Kalimantan Timur
Dalam konteks determinisme ilmiah, misalnya yang diungkapkan oleh Isaac Newton, hukum-hukum fisika mengatur setiap kejadian di alam semesta. Setiap tindakan dan peristiwa memiliki sebab yang telah ditentukan sebelumnya oleh hokum alam. Oleh karena itu, dalam pandangan deterministik, fatalitas muncul karena segalanya sudah ditentukan oleh hukum-hukum fisik atau kausalitas yang tidak bias diubah oleh kehendak individu. Sebab-akibat selalu berbanding lurus.
Baruch Spinoza, seorang filsuf rasionalis, berpendapat bahwa segala sesuatu di alam semesta, termasuk tindakan manusia, sudah ditentukan oleh kehendak Tuhan atau alam. Bagi Spinoza, tak ada kebebasan kehendak; kita hanya bias bebas ketika kita memahami dan menerima kenyataan bahwa segala hal sudah teratur dan terikat oleh hokum alam.
Efek ganda dari fatalism ini adalah kebebasan manusia direnggut oleh otoritas supranatural adapun aspek naturalnya tinggal “nrimo”.
- Kearifan Lokal
Kearifan local memiliki konsep tentang fatalism sebagai pandangan atau cara masyarakat melihat dan menanggapi konsep takdir, kematian, atau situasi yang sulit dan tak terhindarkan dalam hidup. Dalam banyak tradisi kearifan lokal, fatalitas tidak hanya dilihat sebagai kejadian yang buruk atau tragis, tetapi lebih sebagai bagian dari siklus hidup dan alam semesta yang lebih besar, yang harus diterima dengan kebijaksanaan dan kesadaran. Dalam kearifan lokal, fatalitas sering kali dipandang sebagai bagian dari siklus alam atau bagian dari keberadaan yang lebih besar. Oleh karenaitu, fatalitas bukanlah sesuatu yang harus dilawan atau disesali, melainkan sesuatu yang perlu dipahami, diterima, dan dihadapi dengan sikap bijak.