Rare Earth Elements (REE) & Rencana Tambang Gamping Di Kab. Matim
Oleh: Servas Pandur (Direktur Risk Consulting Group [RCG], Jakarta)
Kita belajar dari Keteladanan ‘pasang badang’ Arie Frederik Lasut yang lahir 9 Juli 1918 di Kapataran, Lembean Timur, Minahasa, Sulawesi Utara (M. Safwan, 1976). Ia alumnus Corps Opleidingvoor Reserve Ojjicieren (Pendidikan Perwira Cadangan), alumnus Algemene Middelbare School (AMS) tahun 1937, dan setahun belajar di Techniche Hoogeschool Bandung (kini ITB). Pada masa penjajahan Jepang, Lasut menjadi Chrisitsu Chosayo (Jawatan Geologi) di Bandung, Jawa Barat.
Pasca Poklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia 17 Agustus 1945, AF Lasut terpilih sebagai Kepala Jawatan Tambang-Geologi dan aktif pada organisasi Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi Utara (KRISS) dan terpilih sebagai anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
September 1945, Pemerintah RI merilis instruksi pengambil-alihan instansi-instansi dari Jepang di Negara Kesatuan RI. Lasut berhasil mengambil-alih Jawatan Geologis secara damai dari Jepang dan menamakannya Jawatan Pertambangan dan Geologi.
Karena mengetahui data pertambangan dan geologi Indonesia dari arsip-arsip peninggalan Jepang, kolonial Belanda (NICA) mengincar Arie Frederik Lasut. Tapi, ia menolak bekerjasama dengan kolonial Belanda (Ariobimo Nusantara, 1994/2007). Ini contoh kepahlawanan bagaimana bersikap terhadap unsur-unsur asing dalam sistem NKRI.