Mengutip apa yang diyakini Rene Descartes, ” Hidup yang tidak dihidupi, tidak layak dihidupi ” penulis merasa perlu, bersama Edi Menori barangkali baiklah juga menjadi refleksi bersama para pembaca.
Bagian Pertama : Tini, Representasi Ekspresi Kebebasan Seorang Anak
Tuhan Yesus
Tini minta karet
Untuk bermain bersama teman
Tini minta karet
Untuk menghibur ade yang menangis
Tini minta karet
Untuk mengikat kado, buat kakek Lazarus yang miskin
Siapa bilang, seorang anak tidak memiliki dunianya sendiri ? Dunia seorang anak adalah dunia bermain. Dunianya merupakan ” gelanggang ” untuk mengekspresikan kebebasannya secara ekspresif, tulus, lugu tanpa patron yang diciptakan oleh orang lain ( baca : orang dewasa ).
Penulis melihat, bahwa secara representatif dan personifikatif dalam diri Tini pada Puisi “Tini Minta Karet “, Edi Menori menggambarkan sebuah kerinduan akan kebebasan ekspresif seorang anak untuk mengungkapkan kesenangannya ( Tini minta karet // Untuk bermain bersama teman ), menyatakan kepedulian dan kasih sayang ( Tini minta karet // Untuk menghibur ade yang menangis ), mengisyaratkan tentang jiwa yang berbela rasa ( Tini minta karet // Untuk mengikat kado, buat kakek Lazarus yang miskin ).
Terima kasih atas ulasannya. Sedikit bertanya tentang kutipan pernyataan Rene Descartes: ” Hidup yang tidak dihidupi, tidak layak dihidupi ”. Saya mendalami filsafat Descartes, namun tidak menemukan pernyataan itu. Setahu saya, hanya Socrates yang pernah membuat pernyataan sejenis, tetapi bukan seperti yang dikutip penulis. Socrates berseloroh demikian: ” Hidup yang tidak direfleksikan, tidak layak dihidupi ”. Bukan seperti yang dikutip penulis ” Hidup yang tidak dihidupi, tidak layak dihidupi ”