Maria di Fatima dan Perlawanan terhadap Atheisme
Oleh: Bernadinus Steni (Mahasiswa S3 Dalam Bidang Managemen Lingkungan IPB, Penggiat Standar Berkelanjutan)
Selain gejolak domestik, penampakan Bunda Maria Fatima terjadi enam bulan tepat sebelum Revolusi Bolshevik di Rusia. Tiga anak yang mendapatkan rahmat penglihatan itu menceritakan bahwa Bunda berbicara kepada mereka tentang perlunya berdoa untuk Rusia. Dalam Memoarnya, Lúcia, seorang dari tiga anak itu dengan lugu mengira yang Bunda maksud adalah doa untuk seorang gadis bernama Rusia. Namun setelah revolusi Rusia dan pecahnya Perang Dunia II, Lùcia baru bisa memahami pesan itu sebagai masuknya propaganda anti-Tuhan (atheisme) dalam proyek politik yg dirancang sungguh-sungguh oleh negara-negara komunis. Karena itu, Bunda memperingatkan bahwa jika Rusia tidak mengabdi kepada Tuhan, dampaknya akan menyebarkan kesalahan ke seluruh dunia. Segera setelah didapuk sebagai model rujukan, sistem politik yang ditawarkan Rusia disebar ke banyak negara dan mengakibatkan kekisruhan berdarah hingga jutaan nyawa melayang di Rusia sendiri dan di banyak negara pendukungnya, termasuk Indonesia. Sayangnya, negara-negara liberal cenderung memaknai pesan itu sebagai seruan anti-komunis, bukan lagi perlawanan terhadap atheisme.