Menggugat Fenomena “BAPER” Dalam Diri Figur Publik

Oleh: Andy Denatalis*

Masih segar dalam ingatan publik Manggarai Timur mengenai kasus yang terjadi beberapa minggu yang lalu, antara seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Manggarai Timur dengan seorang perawat yang bekerja di Puskesmas Borong. Kasus tersebut menjadi sangat pelik untuk diselesaikan, karena kedua pihak sama-sama merasa dirugikan, hingga kasus tersebut pun dibawa ke pihak kepolisian. Kemudian pada akhirnya masalah itu dapat diselesaikan secara kekeluargaan dan kedua pihak berdamai dan masalah selesai. Namun ternyata bukan itu saja, hari ini masalah baru muncul dan tetap yang sama disebabkan oleh diskomunikasi antara anggota Dewan dan seorang perawat di Puskesmas Borong. Publik Matim kembali diramaikan oleh persoalan yang baru ini. bagaimana tidak, hanya gara-gara es batu, seorang anggota Dewan ribut dengan seorang perawat Puskesmas Borong (FajarNTT, 15/12/2020).

Saya sendiri belum mengetahui siapa sesungguhnya yang benar atau sebaliknya, menurut aturan yang berlaku. Namun saya pribadi lebih menyoroti substansi persoalannya yakni hanya karena perawat tersebut menyuruh anggota dewan yang bersangkutan untuk pergi membeli es batu, yang nantinya digunakan untuk mengompres kepala dari anak si anggota dewan. Bayangkan saja hanya karena itu, lalu si anggota dewan tersebut mempersoalkan tindakan tersebut serta menganggap bahwa tindakan perawat tersebut tidak pantas untuk dilakukan. Serentak muncul sebuah pertanyaan mendasar tentang, apakah persoalan yang semacam itu perlu dibesar-besarkan? Bukankah sebagai seorang wakil rakyat, dialah yang seharusnya menyampaikan persoalan tersebut kepada pimpinan yang lebih tinggi agar meningkatkan pelayanan yang menjamin kesehatan masyarakat.