Literasi Baca Dan Literasi Moral Yang Lemah

Oleh Tarsisius Gantura, Pegiat literasi dini dan wartawan majalah anak CIA

Literasi Baca, Lemah!

Lepas dari berat atau tidaknya perkara di atas, bahasa-bahasa cacian atau penghinaan itu tentu sulit diterima. Siapa pun itu, wajib saling menghormati termasuk dalam berbahasa. Apalagi bila memahami status dan peran masing-masing. Bahasa adalah simbol yang terpenting dalam interaksi sosial. Karena itu, bahasa juga kerap diibarat sebuah cermin.

Bahasa adalah cermin pikiran pemakainya, kata Claude Lancelot dan Antoine Arnauld (Baert, 1998). Atau lebih tegas, bahasa adalah gambaran diri. Seperti apa bahasa yang diucapkan seseorang, demikianlah rupa diri orang tersebut. Kata-katamu kotor, maka rupamu juga kotor. Kira-kira seperti itu.

Bahasa juga erat kaitan dengan literasi baca. Literasi baca dimaknai sebagai kemampuan seseorang untuk memahami, menggunakan dan merefleksikan teks tertulis. Serta aktif menghidupkan teks tersebut untuk mencapai tujuannya sendiri. Terutama untuk mengembangkan pengetahuan dan potensinya serta untuk berpartisipasi dalam masyarakat.

Seorang yang literate berarti, dia mampu memakai hasil bacaannya dalam tutur kata dan tindakannya yang baik. Bila dirumuskan secara sederhana seperti ini. Seseorang yang literasi bacanya bagus berarti ia memiliki banyak sumber bacaan.

BACA JUGA:
Quo vadis, pencegahan Advokat dalam menjalankan profesi
Berita Terkait
3 Komen
  1. Ndejeng Fransiskus berkata

    Benar pa saya sebagai orang Manggarai Timur yang berada di perantauan juga ikut merasa malu dengan peristiwa ini. Koh begitu tengahnya seorang anggota dewan terhormat memiliki literasi moral dan literasi baca yang amat rendah. Hantam kromo caci maki, menghina dan memaksa kehendak atas peringainya dengan nada mengancam untuk memutasikan pejabat kemanusiaan tanpa rasa malu. Yang aneh bin ajaib atasan ibu yang melaksanakan tugas di Dinas Kesehatan Matim juga merasa takut dengan sang anggota dewan terhormat memutasikan ibu yang secara kasat mata tidak bersalah secara moral dan hukum. Ibu yang melaksanakan tugas sesuai SOP kesehatan di Puskesmas Borong itu berani atas kebenaran bukan pengecut. Saya merasa sakut atas sikap tegar, tegas dan elegan menyuarakan kebenaran atas tindakan dan perbuatan yang amat terpuji itu. Ibu jangan takut untuk bersuara tentang kebenaran di Matim itu, banyak orang di luar sana yang melanggar hak dan martabat seprofesi. Tindakan anggota dewan terhormat itu jelas- jelas melanggar etika, moral, hukum positif negara, menghina profesi, kode etik dan sejenisnya yang ibu sandang. Teruslah bersemangat menjalankan tugas muliamu ibu perawat demi kemanusiaan.

  2. Fransiskus Ndejeng berkata

    Benar pa saya sebagai salah seorang Manggarai Timur yang berada di perantauan juga ikut merasa malu dengan peristiwa ini. Koh begitu tengahnya seorang anggota dewan terhormat memiliki literasi moral dan literasi baca yang amat rendah. Hantam kromo caci maki, menghina dan memaksa kehendak atas peringainya dengan nada mengancam untuk memutasikan pejabat kemanusiaan tanpa rasa malu. Yang aneh bin ajaib atasan ibu yang melaksanakan tugas di Dinas Kesehatan Matim juga merasa takut dengan sang anggota dewan terhormat memutasikan ibu yang secara kasat mata tidak bersalah secara moral dan hukum. Ibu yang melaksanakan tugas sesuai SOP kesehatan di Puskesmas Borong itu berani atas kebenaran bukan pengecut. Saya merasa bahwadannya tindakan dan keputusan ibu atas sikap tegar, tegas dan elegan menyuarakan kebenaran atas tindakan dan perbuatan yang amat terpuji itu. Ibu jangan takut untuk bersuara tentang kebenaran di Matim itu, banyak orang di luar sana yang melanggar hak dan martabat seprofesi. Tindakan anggota dewan terhormat itu jelas- jelas melanggar etika, moral, hukum positif negara, menghina profesi, kode etik dan sejenisnya yang ibu sandang. Teruslah bersemangat menjalankan tugas muliamu ibu perawat demi kemanusiaan.

  3. Frans Ndejeng berkata

    Selain literasi baca tulis rendah dan literasi moral parah! Literasi Budi pekerti luhur rendah. Juga literasi budaya masyarakat rendah. Karena isi batok kepala hanya sepotong-sepotong. Sehingga memahami permasalahan dalam hidup juga rendah. Kata-kata yang dikeluarkan dari mulut seorang anggota Dewan terhormat hantam kromo. Tidak beretika. Tidak santun dan sangat jorok. Tidak patut diucapkan pada seorang perempuan yang bertugas menyelamatkan nyawa pasien di puskesmas Borong. Kita semua tahu bahwa ibu petugas dan pelayan kesehatan adalah memiliki standar operasional prosedural. Orang yang amat bertanggungjawab terhadap keadaan pasien ketika itu. Bukan manusia abal-abal, dan atau mabok alhokol yang bertugas di puskesmas itu. Bukan manusia weang. Berasal dari didikan orangtua yang bertanggungjawab semasa dilahirkan dan dibesarkan dan disekolahkan sampai menyandang tugas sebagai perawat. Karena membalas kata-kata kasar dari sang anggota Dewan terhormat yang diplih oleh rakyat kebanyakan maka duduklah di kursi panas terhormat itu. Tapi lupa bahwa sikap seorang ibu perawat menjawab umpatan dengan ungkapan kesal ” baru jadi dewan satu hari sombong”. Kata-kata diucapkan oleh perawat itu karena hati seorang wanita amat teiris dan terluka akibat dari caci maki dan sejenisnya disodorkan oleh sang anggota dewan yang terhormat. Saya sungguh menyesal juga lambannya sikap dinas kepala Dinas Dinas Kesehatan Matim dan jajarannya dan terprovokasi dengan sang anggota dewan. Memaksa memutasikan seorang pelayan perawat di puskesmas tanpa telaahan yang jujur, obyektif dan transparan. Benar manusia bukan seonggok barang yang akan dipindah-pindahkan sesuka hati pemiliknya. Ada standar manajemen tentang mutasi seorang PNS. Harus jelas kajiannya. Bukan semau gue. Sikap ibu perawat melaporkan balik sang anggota dewan ke polres Matim adalah sikap terpuji. Zaman ini adalah zaman reformasi semua urusan baik manusia maupun manajemennya. Nanti dilihat siapa yang salah dan siapa yang benar di pengadilan. Proses secara hukum. Jangan hanya hukum adat tapi jalur hukum positif negara. Supaya ada efek merah kepada anggota masyarakat yang melanggar hukum dan etika. Kan di DPRD ada dewan kode etik. Tapi saya tidak menaruh percaya untuk diselesaikan di dewan kode etik. Tidak mungkin jeruk makan jeruk dan mangga makan mangga ditambah dengan perangai anggota dewan yang suka bar bar. Buka saja ring tinju di gedung matim itu supaya rakyat tonton di musim Pandemi Corona ini selagi stres memikirkan keberlangsungan hidupnya.

Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More