Kreatifitas Pemuda Yatim-Piatu di Toto Ninu Cafe Desa Wisata Wae Lolos

Mus sepertinya peka membaca peluang tersebut. Sambil menjual umbi porang, ia juga mulai membudidayakan tanaman itu di kebun warisan orangtuanya. Tahun 2017, Mus menanam 2000 anakan porang. Tahun 2018, harga porang melejit hingga level Rp 5000 per kg. Selain menanam, Mus tertarik bisnis  porang.

Ia dan beberapa teman sekampungnya bekerja sama dengan pemilik modal dari Dompu, NTB. Ia mulai menjajal bisnis porang.  Selama  tahun 2018, Mus berhasil mengumpulkan umbi porang sebanyak 16 ton. 10 ton diperolehnya dari para petani di kampung Rangat. 4 ton yang lain dibeli di kampung-kampung sekitar.

Setahun bisnis porang, ia berhenti dan serius menanam porang. Tahun 2018 ia menanam 5000 anakan porang di kebun seluas 5 hektar.  Itu pun masih ada beberapa hektar yang belum ditanam.
“Jika umbinya seberat 3 kg per pohon, maka hasil panen tahun ini bisa mencapai 15 tonm” ujar Mus optimis.

Bukan hanya porang. Pemuda yatim-piatu itu juga tekun menanam beragam komoditi perkebunan, seperti Vanili, Cengkeh dan buah-buahan. Ia bekerja di kebun sendirian. Kadang pula bergotong royong dengan teman-teman sebaya. “Siapa menabur, dia menuai”,  demikian ungkapan pemuda 27 tahun itu kala berbincang dengan penulis di kebun porang miliknya.

Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More