
Ketika ‘Like’ dan ‘Amin’ Bertemu di Linimasa, Arah Baru Pastoral Digital Flobamora
Oleh Dr. Don Bosco Doho, MM, Pengarang Buku Etika & Filsafat Komunikasi di Era Digital
Sesuatu yang perlu diakui bahwa ada risiko ‘gereja elit’ dan kesenjangan digital. Di NTT dan belahan lain Indonesia misalnya, tidak semua umat memiliki akses setara terhadap teknologi. Ketergantungan penuh pada platform digital dapat berisiko menciptakan dua kelas umat: “umat digital” yang terlayani dengan baik dan “umat analog” (lansia, masyarakat di pedalaman, keluarga miskin) yang semakin tertinggal. Ini adalah isu keadilan pastoral yang sangat serius.
Selain itu ada ancaman spiritualitas dangkal. Lanskap digital diketahui dan dirasakan sangat menyukai kecepatan, kesederhanaan, dan sensasi. Ini bisa melahirkan “spiritualitas seukuran kutipan”—iman yang dangkal, emosional sesaat, dan tidak tahan uji. Pastoral digital ditantang untuk mampu membimbing umat dari lautan informasi yang dangkal menuju samudra hikmat yang mendalam.
Arah Baru: Menuju Pastoral Hibrida yang Bijak
Membaca peta peluang dan tantangan di atas, jelaslah bahwa masa depan pastoral bukanlah “digital ATAU tradisional”, melainkan “digital DAN tradisional”. Arah baru yang paling mungkin dan bijaksana adalah Pastoral Hibrida. Artinya, teknologi digital tidak dilihat sebagai pengganti, melainkan sebagai perpanjangan tangan dan pelengkap dari pastoral tatap muka yang tak tergantikan.