
Human Trafficking di NTT, Tinjauan dari Moral Kristiani
Oleh Rafael Ekaputra Daro, Mahasiswa Semester II STIPAS Santo Sirilus Ruteng
Gereja memandang bahwa perdagangan manusia (human traffickin) merupakan tindakan merusak citra Allah, merendahkan martabat manusia, dan melanggar hak asasi manusia. Pandangan gereja terhadap kasus ini berangkat dari kasadaran akan pentingnya menghargai sisi kemanusiaan manusia. Menyikapi praktik perdagangan manusia Gereja tidak tinggal diam. Dari waktu ke waktu Gereja memberikan perhatian yang serius terhadap masalah ini. Kepedulian Gereja tersebut terungkap melalui seruan-seruan moral para pemimpin Gereja Katolik, sosialisasi, animasi, advokasi dan aksi-aksi sosial dan pastoral dari kongregasi-kongregasi religius, keuskupan-keuskupan, lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi Katolik untuk menolong para korban perdagangan manusia (Ghari, 2018).
Moral Kristiani juga menekankan prinsip pilihan untuk orang miskin dan tertindas. Gereja Katolik selalu mengingatkan bahwa perhatian khusus harus diberikan kepada mereka yang tertindas, miskin, dan lemah. Perdagangan manusia sering kali menargetkan orang-orang yang rentan karena kemiskinan, ketidakberdayaan, atau keterbatasan akses terhadap pendidikan dan peluang ekonomi. Oleh karena itu, Gereja mengajarkan bahwa kita harus memberi perhatian khusus kepada kelompok ini, mendukung mereka dengan cara yang dapat membebaskan mereka dari eksploitasi dan memperjuangkan hak mereka untuk hidup dengan penuh martabat.