Hannah Arendt: Menilai Tindakan Politik dan Pencaharian Makna

Oleh: Oktovianus Olong (Mahasiswa STFK, St. Paulus Ledalero, Maumere-Flores)

Hannah Arendt
Ket. foto istimewa

Tanggal 22 Desember di Indonesia selalu dimaknai sebagai Hari Ibu. Bertolak dari realitas ini, pertanyaan yang paling mungkin adalah mengapa tanggal itu identik dengan Hari Ibu? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita tidak mungkin menolak fakta sejarah. Sejarah mencatat, kebangkitan gerakan perempuan muncul bersamaan dengan gerakan anti kolonialisme Belanda. Kenyataan ini semakin tegas dengan munculnya organisasi-organisasi perempuan yang bersifat kedaerahan atau keagamaan yang muncul di sejumlah kota, misalnya sayap perempuan dalam organisasi Budi Utomo (1908), Putri Martika (1912), organisasi perempuan Muhammadyah (1917), juga adanya organisasi perempuan Khatolik dan Protestan.

Perjuangan gerakan perempuan itu kemudian bermuara pada penyelenggaraan kongres perempuan pada tanggal 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta. Kongres ini terutama memperjuangkan hak-hak perempuan di bidang pendidikan dan pernikahan. Semua kesadaran itu timbul sebab sebagian besar dari mereka membaca karya Kartini: Habis Gelap Terbitlah Terang. Bermula dari latar sejarah itulah, kemudian tanggal 22 Desember sebagai hari ibu. Pertanyaan yang kemudian menggangu lagi yakni apakah pemaknaan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu sudah tepat?

BACA JUGA:
Menelisik Kiprah Transpuan Di Balik Kesuksesan Para Politisi Dan Hak-hak yang Diabaikan
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More