
Gubernur NTT dan Bupati Matim Digugat Terkait Izin Tambang Batu Gamping di Lolok
Rencana tersebut tanpa persetujuan para penggugat, dan karenanya dapat mengakibatkan para penggugat kehilangan hak atas tanah, kehilangan mata pencaharian dan penghidupan, kehilangan mata air dan hak untuk menikmati masa depan serta keberlangsungan hidup keluarga dan keturunannya.
“Bahwa tanah dan segala yang tumbuh di atasnya, serta hunian milik para penggugat, termasuk kampung adat (rumah gendang) masyarakat adat Lengko Lolok masuk dan atau menjadi bagian di dalam wilayah IUP Operasi Produksi Batu Gamping PT. Istindo,” kata penggugat dalam keterangan tersebut.
Masih menurut pengacara penggugat, apabila PT. Istindo Mitra Manggarai melakukan kegiatan operasional, maka sangat berpotensi menimbulkan kerugian bagi para penggugat yaitu menimbulkan dampak berupa rusaknya lahan milik para penggugat, hilangnya kampung halaman, kehilangan ruang hidup, kehilangan lahan pertanian dan perkebunan, dan kehilangan masa depan anak cucu para penggugat.
Selain itu, wilayah IUP Produksi Batu Gamping PT. Istindo mencakup seluruh ruang hidup para penggugat termasuk semua masyarakat adat Lengko Lolok. Jika ruang hidup para penggugat dihancurkan maka eksistensi para penggugat sebagai masyarakat adat Lengko Lolok akan musnah. Jika eksistensi dan ruang hidup para penggugat musnah, maka identitas kultural para penggugat pun akan musnah yaitu Kampung sebagai tempat hunian (Golo Lonto/Beo Ka’eng), Tanah sebagai lahan kelola untuk hidup (Uma Duat), Halaman Kampung sebagai tempat untuk ekspresi kreativitas hidup Natas Labar), Altar untuk perayaan kehidupan (Compang Takung), Mata Air untuk pemenuhan kebutuhan hidup (Wae Teku).