Diabolisme Kaum Intelektual Dan Tanggung Jawab Peradaban

Oleh : Alvares Keupung**

Bukan hal yang langka dan baru di Republik ini, para kaum intelektual ( mahasiswa – mahasiswi ) berdemonstrasi. Demonstrasi itu penting sebagai bentuk ekspresi demokrasi untuk menyampaikan aspirasi. Apa yang ditampilkan dalam aksi 11 April 2022, jika dilihat dari sisi demokrasi adalah baik menurut dan dijamin konstitusi, sejauh dia baik demi menyampaikan pendapat dan aspirasi di muka umum dalam kerangka kebenaran dan kebijaksanaan. Maka, dia bonum (kebaikan) bukan malum (keburukan). Faktanya, gerakkan 11 April 2022 yang dilakukan kaum intelektual ( mahasiswa – mahasiswi ) Ibu Kota, cenderung barbaris, fulgar dan sarkais, diliputi ujaran kebencian ( “Lebih baik bercinta 3 ronde, daripada harus 3 periode”, “Mending 3 ronde di ranjang, daripada 3 periode”, “Daripada BBM naik, mending ayang yang naiki”). Jenis ini, malum (keburukan). Anselmus D. Atasoge, Staf Pengajar Pada Sekolah Tinggi Pastoral Reinha Larantuka/Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, mengkategorikan dua macam ujaran kebencian : “Pertama, Hate Speech, yakni sebuah ujaran yang dengan sengaja, sistematis dan dibuat masif ditargetkan kepada pihak tertentu. Biasanya, ujaran kebencian dilakukan olen mayoritas kepada minoritas. Kedua, Hate Spin yakni kebencian diproduksi oleh seseorang atau sekelompok orang sedemikian rupa untuk mendiskreditkan orang atau sekelompok orang”( Ujaran Kebencian, Kohesi Sosial, dan Pluralisme Kewargaan (Sisip Gagas untuk KAICIID) ). Apa yang dikategorikan, secara terang benderang telah ditampilkan kaum intelektual ( mahasiswa – mahasiswi ) Ibu Kota pada aksi 11 April 2022.

BACA JUGA:
Baliho Politik dan Gagasan Politik 
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More