
Delik Formil UU Tipikor dan Relasi Kuasa (Bedah kasus Dugaan Korupsi Dana BTT)
Oleh Marianus Gaharpung, dosen FH Ubaya dan Lawyer di Surabaya
Pasal tersebut merupakan delik formil (formeel delict) karena perbuatan yang hendak dipidana adalah manifestasi dari perbuatan seorang pegawai negeri atau kedudukan seorang pejabat publik yang secara tidak patut menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi dengan segala akibat hukumnya.
Pasal 3 UU Tipikor juga memiliki tiga unsur yaitu (a) dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, atau orang lain, atau suatu korporasi; (b) menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan; (c) dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara. Dari rumusan deliknya, Pasal ini ditujukan kepada pegawai negeri atau pejabat publik yang memiliki kewenangan tertentu.
Hal tersebut dapat ditasfirkan dari adanya unsur “menyalahgunakan kewenangan” yang dimana frase tersebut secara inherent selalu menggandung sifat melawan hukum.
Dalam Pasal ini harus dibuktikan terlebih dahulu bahwa pegawai negeri atau pejabat publik tersebut memiliki kewenangan untuk kemudian dibuktikan bahwa ada kewenangan yang diselewengkan sebagai sarana dan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Sama halnya dengan rumusan Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999, perumusan tindak pidana korupsi pada Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 juga dirumuskan secara formil (formeel delict).