Degradasi Moral Dalam Pusaran Pandemi
Oleh Yohanes W.D. Putra (Mahasiswa Teknik Elektro 2017 Universitas Nusa Cendana)
Sudah sekian lama kita bertahan dalam situasi yang tidak menentu dan begitu memprihatinkan disertai ketakutan dan kecemasan. Keadaan yang membuat jiwa dan raga mendekam dalam ruang sepi nan hening, merenung akan peristiwa sulit yang kian terpuruk. Prihatin berkepanjangan terus diperhadapkan dalam batin kita, yang seakan mengubah perspektif kita ke arah berlawanan dari yang sebelumnya. Sembari mencari cara untuk keluar dari masa sulit ini, lantunan doa dipanjatkan kepada Yang Kuasa agar kiranya kita tetap bertahan dalam menghadapi suasana gelap ini. Yah… masih gelap, belum ada titik terang yang mampu memberikan kelegaan dan kepastian akan ujungnya musibah ini.
Tak bisa dipungkiri, situasi dan kondisi saat ini melumpuhkan seluruh aktivitas di segala lini kehidupan. Beberapa elemen seperti pemerintah dengan sekian kebijakan preventif yang diambil dan bersifat mengakomodasi seluruh aspek sosial masyarakat, tenaga kesehatan yang berjuang di garda terdepan yang secara sigap menanggulangi juga terus mengedukasi masyarakat, telah berkontribusi penuh. Sehingga kemudian ruang gerak serba dibatasi, disiplin protokol kesehatan terus dipantau, agar dapat memutus mata rantai penyebaran virus ini. Tentu hasil dari suatu kebijakan yang dibuat serta gerakan nyata yang dibangun akan berdampak selagi itu bertujuan baik. Hal itu juga sangat didukung dengan kriteria seberapa besar kesadaran dari setiap pribadi menanggapi itu, peduli atau antipati. Karena terkadang, pribadi yang tidak dapat belajar untuk membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku yang tidak terpuji.
Tindakan merupakan ciri khas sekaligus menggambarkan eksistensi manusia yang umumnya bersifat manusiawi. Dikatakan manusiawi karena tindak-tanduk kita sebagai manusia adalah representasi dari akal budi. Bebas tentang tahu dan mau, berarti mengetahui sebab dan akibat. Suatu hal yang absurd mana kala kita yang berada dalam lingkaran ketidakpastian ini seperti tidak sedang merasakan apa-apa. Disaat semua pihak yang berkompeten sedang berjuang, kita seakan menjadi agen individual pembawa sial. Rupanya akal kita hanya diisi oleh kesenangan tanpa memandang ada sekian banyak orang yang akan kita korbankan akibat dari ketidakpekaan kita. Mencari kesenangan pada situasi tertekan dampaknya akan menjadi lebih tidak terkendali. Minimnya kesadaran akan kepedulian dan rasa kemanusiaan menjadi boomerang bagi banyak orang. Banyak yang kehilangan pekerjaan yang memungkinkan tidak ada penghasilan, kondisi ekonomi turun secara signifikan, semua sedang menghadapi situasi itu. Namun nyatanya masih banyak diantara kita yang ego dengan keberadaan dan ketimpangan yang sedang dialaminya sehingga menerobos keluar dari garis kebijakan yang ada. Perihal rasa yang dikikis oleh ketidakpekaan terhadap situasi karena mengalami kebuntuan, menjadi dasar masifnya pergerakan dari wabah ini. Imbasnya, tetap kembali ke pribadi kita dan kondisi di sekitar kita yang makin terpuruk. Bukan tidak mungkin kita menjadi akibat dari kesusahan dan bahkan kematian yang dialami oleh sanak saudara kita.
Sejatinya kepanikan dan kecemasan itu ada, kehilangan pekerjaan dan penghasilan, kerugian dan ketimpangan, jelas ada dan itu krisis yang sedang kita rasakan bersama. Namun alangkah lebih baiknya kita memberikan dukungan terhadap mereka yang sedang berjuang di luar sana. Wujud kepedulian kita sebagai masyarakat di masa sulit seperti ini adalah kesadaran. Sadar akan pemerintah dan tenaga medis yang sedang berjuang, sadar akan larangan yang tengah diberlakukan demi keselamatan banyak orang, sadar akan situasi ketimpangan yang sedang dialami oleh sanak saudara kita yang membutuhkan, dan sadar serta peka akan ini menjadi tugas kita bersama. Refleksi panjang telah kita lakoni dan kini saatnya kita angkat kembali moral yang telah merosot. Rasa kemanusiaan yang menunjukkan suatu tindakan positif merupakan realisasi atas cerminan akal, hati nurani, dan ilmu pengetahuan. Bahwasannya niat baik yang dilakukan terhadap sesama merupakan suatu kebaikan, baik untuk diri sendiri ataupun untuk orang lain. Rasa kemanusiaan dan kepedulian terhadap sesama menjadi suatu integerasi sosial yang baik. Kebebasan tidak bisa dilepas pisahkan dari setiap individu, namun dalam situasi saat ini perlu berpikir dan bertindak secara rasional dan positif.
Berangkat dari hal itu, kerja kolektif semua elemen menjadi suatu perhatian vital. Kita boleh berkeinginan dan terus berharap dapat keluar dari pusaran ini, namun jikalau tindak-tanduk kita tidak sesuai dengan arahan, juga tidak semua kita berperan mengatasi itu semua, maka akan tetap seperti ini. Seluruh komponen harus bersinergi dalam menjalankan segala kebijakan pemerintah atas pencegahan dan penanganan pandemi, juga saling menguatkan rasa solidaritas antar sesama yang berkebutuhan. Disisi lain, soliditas ditunjukan oleh segenap petugas kesehatan, sepatutnya kita mengapresiasi perjuangan, pengorbanan dan kerja keras mereka yang telah berdedikasi tinggi terhadap negeri ini. Hal sederhana, namun konkret seperti ini mesti dijaga. Pandemi boleh menjadi tantangan, namun peliharalah moral kita secara baik. Kemanusiaan dan sikap saling peduli diharapkan akan mampu memberikan titik terang berakhirnya pandemi ini. Sikap kepedulian akan memberikan kebaikan bagi diri sendiri dan orang di sekitar. Apalagi ketika saling mengingatkan untuk melakukan hal yang sama. Dari sinilah rasa kemanusiaan dan kepeduliaan, untuk tetap berbuat kebaikan meski di masa sulit sekalipun. Kita harus percaya bahwa sikap sosial dan kemanusiaanlah yang mampu menyelamatkan semuanya.**(Edit. Pb-7)
https://oanputra.blogspot.com/2021/01/degradasi-moral-dalam-pusaran-pandemi.html