
Efek dari Rasa Takut Yang Terpendam
Aku tanyakan hal itu kepada ibuku perihal deka atau dengkedet tadi. Menurut penjelasan sederhana ibuku, katanya gagap itu disebabkan oleh kenyataan bahwa mungkin ayahnya (biasanya ayah) sangat keras mendidik anaknya. Karena terlalu keras, sang anak hampir tidak pernah mendapat kesempatan untuk berbicara atau mengemukakan pendapat dan pikirannya. Maka sang anak itu hanya memendam semuanya dalam hatinya. Sedih sekali mendengarkan penjelasan singkat dan sederhana itu. Aku sendiri tidak berani menanyakan hal itu kepada ayahku sebab ayahku juga termasuk orang yang sangat keras di dalam mendidik kami anak-anaknya termasuk juga anak muridnya di sekolah.
Dengan pemahaman akan latar belakang seperti itu maka saya mencoba memahami sahabatku itu. Sebenarnya di dalam percakapan pribadi, di luar ruang kelas sahabatku ini sangat pandai berbicara dan ia adalah orang yang banyak omong. Sama sekali tidak tampak bahwa ia gagap. Jadi, dalam pembicaraan di antara orang-orang setara, seusia, dan di luar saat-saat formal di luar kelas misalnya, ia bisa berbicara sangat lancar. Tidak ada beban sama sekali yang menghimpit lidahnya. Kata-kata seperti mengalir bagaikan air sungai dari dalam mulutnya. Tetapi begitu di dalam kelas, di hadapan guru dan teman-teman lain, ia tergagap-gagap. Di luar kelas, ia nyerocos lancar bagai air mengalir di riam terjal.