Kawanku Lazarus Numbuat
PAGI itu ia datang terlambat ke sekolah. Nafasnya tersengal-sengal karena berlari. “Oeh… maaf, saya terlambat.” Katanya memberi penjelasan. Dia adalah Lazarus Numbuat. Ia seorang temanku dari masa kecil. Kami sama-sama masuk ke sekolah dasar yang sama. Dia adalah teman kelas saya. Sehari-hari kami memanggil dia Laza. Ia adalah seorang anak yang berasal dari kampung Nampe. Kampung Nampe sendiri adalah sebuah kampung yang cukup jauh letaknya dari tempat sekolah kami yaitu di SDK Lamba-Ketang. Setiap hari Lazarus harus menempuh perjalanan selama satu setengah jam untuk bisa mencapai sekolah kami.
Kampung Nampe itu sendiri terletak di kaki gunung yang hutannya cukup rimbun. Kampung Nampe itu tidak tampak dari Sekolah kami, karena kampung itu terletak di balik sebuah bukit yang kami sebut dengan nama Golo Nosot. Golo Nosot itu sendiri adalah sebuah bukit yang tandus. Mungkin hal itu disebabkan karena dulu pernah digunduli untuk dijadikan kebun, ladang berpindah-pindah. Bekas kebun itu masih ada dalam bentuk pembagian Lodok yang terletak di lereng di tengah bukit itu yang menghadap ke Timur, persis menyongsong matahari terbit.