Tak satupun pesan yang berhasil terkirim, contreng satu berkali kali terpampang. Ayu oh Ayu, dimanakah engkau gerangan.
***
Persis menjelang magrib, ponselku berdering. “Mas Rafael, saya sedang dalam perjalanan menuju kampung”. Suaranya bergetar penuh kebisingan dengan suara klakson motor tak berkesudahan.
Sia-sia saya berbicara panjang lebar dengannya. Hampir setiap saat, kuingatkan kepadanya, untuk sejenak saja mengurung niatnya pulang.
Awalnya dengan penuh kepastian dia mengiyakan. Kepastiannya membuat saya berjanji, mengunjungi rumah kontrakannya bersama suami dan anaknya tinggal. Janji pada lebaran kedua, pasti kataku. Kusuka masakan opornya, dengan sambal geprek khasnya, menaikan selera makan saya setiap waktu. Semua masakannya enak.
Dulu sebebelum pandemi covid, ia adalah pramusaji di sebuah restaurant Arab. Terhitung tiga tahun lamanya. Dan di sanalah tempat pertama kali hatinya tertambat pada sosok pria Arab yang berhidung mancung, kumis dan brewokan. Hatinya luluh dengan sinar tatapan beraroma manis, semanis kurma yang jadi hidangan khusus untuk setiap pengunjung.