Ampera, si Anjing Kesayanganku
Upaya Bebas dari Kebringasan Arkaik "Homo Necans" (Cerpen Fransis Borgias*)
Semak Empo Deghong dan Empo Gorak
Setelah cukup jauh dari kompleks sekolah, tibalah kami di sebuah hutan kecil (puar ponceng) yang pohonnya cukup lebat. Aku berjalan melewati hutan kecil itu. Ada juga rasa takut di sana, sebab teman-teman dari kampung itu pernah mengatakan bahwa hutan kecil itu biasanya dipakai oleh para empo deghong dan empo gorak untuk berisitirahat di malam hari. Maka aku menjadi sangat ketakutan membayangkan hal itu.
Belum lagi kami berhasil melewati hutan kecil itu, tiba-tiba meloncat keluar dengan cepatnya tiga orang lelaki dari balik semak-semak itu. Satu orang memukul si Ampera dengan alu tepat di kepalanya. Mereka melakukan hal itu persis di depan mataku.
Melihat si Ampera jatuh terjerambab tidak berdaya, aku mencoba meronta-ronta untuk menolongnya, tetapi aku dicegah oleh satu orang tua yang berbadan tegap. Masih di depan mataku, mereka memotong kaki si Ampera. Darah muncrat memancar dari kedua kaki belakangnya. Darah segar mengucur di atas tanah. Semuanya juga dilakukan di depan mataku.