“Air Mata Buaya”; Berjagalah terhadap Tangisan Manipulatif (Bag. I)
Oleh Fardinandus Erikson (Peminat Karya Pendidikan)
Menonton Youtube ; Beberapa politikus yang diketahui secara dramatis dan emosional berurai air mata ketika mengeluarkan pernyataan politik keprihatinan tentang keadaan negara kesatuan Republik Indonesia. Air mata yang meleleh dipipi disinyalir sebagai air mata seluruh rakyat Indonesia. Benarkah demikian? Apakah dibalik lelehan air mata itu ada juga intensi psikologi politisnya. Apa saja indikator yang dapat diindikasikan bahwa air mata itu adalah ”air Mata Duyung” yang harum mewangi; ataukah itu semata-mata ”air mata buaya”.
Belajar dari Para Nabi dan Tuhan Yesus
Dalam Alkitab Katolik, terdapat beberapa nabi yang pernah menangis sebagai ungkapan perasaan mereka terhadap penderitaan, dosa, atau keadaan umat Israel. Berikut beberapa nabi yang tercatat menangis: Nabi Yeremia dikenal sebagai “nabi yang menangis” karena kesedihannya yang mendalam atas nasib bangsa Israel. Dalam Kitab Yeremia, ia sering kali merasakan penderitaan dan kehancuran yang akan menimpa bangsa Israel akibat ketidaktaatan mereka kepada Tuhan. Salah satu contoh yang terkenal adalah dalam Yeremia 9:1, di mana ia berkata, “Sekiranya kepalaku menjadi mata air, dan mataku menjadi pancaran air mata, supaya aku menangisi bangsaku yang jatuh dalam pembantaian!” Yeremia menangis karena kesedihan atas dosa dan keruntuhan spiritual bangsa Israel. Demikian pula, Nabi Yesaya menggambarkan kesedihan mendalam atas kehancuran dan penderitaan yang menimpa Israel, meskipun tidak terlalu dikenal karena tangisan secara eksplisit. Dalam Yesaya 22:4, ia mengungkapkan, “Sebab itu aku berkata: ‘Berputus asa dan tidak dapat memberi penghiburan, karena kerusakan yang datang kepada umatku.'” Ini menunjukkan empati Yesaya terhadap nasib bangsanya.