Petani Kopi

Oleh : Bernadinus Steni*

LELAH hari itu. Hari jelang petang. Alunan nenggo (balada tradisional manggarai) sayup-sayup terdengar dari arah kebun kopi seberang sungai. Pas benar buat teman ngopi dengan pasangannya pisang rebus.

Sembari bersandar di pohon dadap yang kanopinya cukup rimbun melindungi pohon-pohon kopi, kami istrahat sejenak melepaskan lelah setelah memelintir biji kopi, pohon demi pohon.

Rutinitas begini biasa terjadi di bulan panen kopi, kira-kira Juni sampai awal September.

Kampung kami di wilayah Poco Ranaka Manggarai NTT adalah salah satu sentra kopi di Manggarai. Sejarah kopi di wilayah ini cukup panjang.

Sejak jaman Kolonial Belanda ketika petani-petani kopi berkompetisi untuk menunjukan kebun terbaik. Dari rahim tanah itu keluar biji-biji unggul yang amat besar jasanya bagi pembangunan wilayah ini.

Tak heran, meski harganya seringkali tak bersahabat, petani kopi sudah kadung berteman dengan komoditi ini lebih dari satu abad.

Persahabatan itu demikian bergurat akar sehingga diwarnai oleh sumpah dan kesetiaan yang dilapisi tabu dan tradisi.

BACA JUGA:
Disiplin Sosial dalam Masa Covid-19
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More