Urgensitas Manajemen Kesiapsiagaan Bencana versus Solidaritas Kemanusiaan Korban Gunung Lewotobi

Oleh Walburgus Abulat (Jurnalis, Penulis Buku, dan Pegiat Kemanusiaan)

MENDUNG duka menyelimuti warga Flores Timur dan Flores, khususnya;  dan warga Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Indonesia umumnya,  pacsa Gunung Lewotobi Laki-Laki, di Kabupaten Flores Timur (Flotim)  mengeluarkan erupsi berupa  hujan material lava pijar, bongkahan  bebatuan panas, dan material panas lainnya yang menyebabkan 9 orang meninggal dunia,  ratusan sarana dan prasarana terbakar dan hancur, dan menyebabkan  ribuan warga sekitar gunung api itu pada Minggu 3 November 2024 mengungsi.

Salah seorang warga yang meninggal dunia adalah Pemimpin Komunitas Kongregasi Servarum Spiritus Sancti (SSpS) Hokeng, Sr. Nicoline Padjo, SSpS.

Urgensitas Manajemen Kesiapsiagaan Bencana versus Solidaritas Kemanusiaan Korban Gunung Lewotobi
Sr. Nikolin Padjo, SSpS, kepala biara SSpS Hokeng, Larantuka, Flores. Foto istimewa.

 

Delapan korban jiwa lainnya adalah Kanisius Laga Lajar, Agustina Luo Luon, Andreas Batha Lajar, Paskalis Yohanes Goe Lajar, Theresia Toja, Yohanes Bata Buto Lajar, Yosefina Kedang, dan Yohanes Witin.

Para korban yang meninggal ini dikuburkan pada empat lokasi berbeda dengan rincian 5 orang dikuburkan di Desa Klatanilo; dua jenazah dibawa ke Kabupaten Sikka dan dikuburkan di salah satu lokasi; 1 orang dibawa ke Bajawa dan dikuburkan di pemakaman keluarga, dan dikuburkan di Desa Lewotobi, Kabupaten Flores Timur.

BACA JUGA:
Guru Penggerak Sebagai Katalisator Pembelajaran
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More