Yayasan I.J. Kasimo Angkat Bicara soal Rencana Tambang Batu Gamping dan Pabrik Semen di Matim
Selama lima bulan terakhir, kebijakan Pemda Matim dan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), membangun pabrik semen dan tambang batu gamping (limestones) ini ditolak oleh banyak tokoh masyarakat, lawyer, aktivis, Walhi, mahasiswa, peneliti, ormas, masyarakat disapora Manggarai dan hirarki Gereja Katolik Keuskupan Ruteng, Flores, NTT. Demo-demo penolakan dari masyarakat terhadap rencana ini telah berlangsung di Jakarta, Borong (Kab. Matim), Kupang (Timor), dan Ruteng di Kab. Manggarai, NTT (Media Indonesia.com, 29/4/2020; 3/7/2020; Kompas.Com, 25/6/202; Kompas.com, 2/7/2020).
Sikap Dasar Yayasan Kasimo
Kebijakan pembangunan pabrik semen dan penambangan batu gamping di Manggarai Timur, NTT, telah menjadi isu nasional. Sehubungan dengan hal ini, Pimpinan Yayasan Ignatius Joseph Kasimo di Jakarta, menegaskan sikap dasar Yayasan Kasimo dan mengajak semua pihak lebih jauh
mempertimbangkan:
Pertama: Dalam terang ajaran gereja Katolik. Ensiklik Paus Fransikus, Laudato Si (Perawatan Rumah Kita Bersama), Bagian II tentang Dialog untuk Kebijakan Baru Nasional dan Lokal, Ayat 78, antara lain menegaskan, “…… Cara berpikir kekuasaan yang hanya melihat yang dekat, menyebabkan agenda lingkungan yang berpandangan jauh tidak cepat masuk ke dalam agenda publik pemerintah. Kita lupa bahwa “waktu lebih penting daripada ruang,” bahwa kita selalu lebih efektif ketika kita giat mengembangkan proses-proses daripada berpegang pada posisi kekuasaan. Kebesaran politik terungkap ketika, di masa-masa yang sulit, orang bekerja berdasarkan prinsip-prinsip utama dan memikirkan kesejahteraan umum jangka panjang. Sangat sulit bagi kekuasaan politik untuk menerima kewajiban ini dalam proyek pembangunan bangsa.”
Pembangunan yg mendatangkan kesejahteraan rakyat dan peningkatan ekonomi daerah memang menjadi pemikiran kita semua, Tetapi niat & kehendak baik membangun “sesuatu” ITU perlu di lihat dari segala macam aspek, jika pembangunan tersebut Lebih Besar Manfaatnya “harus di-ijinkan” TETAPI jika Pembangunan itu Lebih Besar Ruginya maka “harus di Larang”