Hukum Tertulis (UU) Wajib Dibentuk Dengan Itikad Baik
Oleh: Yulianus Soni Kurniawan, SH.,MH (Lawyer)
Tulisan ini sengaja dibatasi pada hukum tertulis semata (UU) agar inheren dengan konsep hukum indonesia yang menganut paham civil law dimana hukum tertulis menjadi prioritas dan menempatkan kodifikasi hukum sebagai pilar utama dalam penyelenggaraan negara.
Mengawali opini singkat ini, saya mengajukan satu pameo berbunyi untuk memahami sesuatu maka kita perlu mengetahui namanya dan hakikat dasar pembentukannya maka dalam tulisan ini penulis mencoba untuk menjelaskan secara singkat hakekat dasar (raison d’etre’) adanya hukum. Pada mulanya hukum itu ada, karena manusia meyakini bahwa ketika ada dua manusia dalam sebuah pulau maka terciptalah konflik kepentingan dan untuk melayani konflik kepentingan dari setiap individu dalam suatu masyarakat, maka hukum diciptakan. Penjelasan lain tentang fenomologi manusia seperti dikatakan Heidegger, memahami bahwa eksistensi manusia bukanlah eksistensi yang berdiri sendiri. Dia menerangkan bahwa hal ada di dunia itu merupakan suatu hal ada bersama (dengan eksistensi) yang lain atau dalam Bahasa Heidegger: das dasein (hal berada) hanya dapat dimengerti dalam rangkaian proses menuju hal ada bersama yang lain (ko-eksistensi) [Budiono Kusumohamidjojo:2011].