
Uskup Ewald Pastikan Pengelolaan Logu Senhor dan Objek Wisata Rohani di Keuskupan Maumere Dilandasi Spirit Duc In Altum
Moang Lesu, lanjut Redemptus, kemudian mengembara keluar dari kampung Sikka menuju wilayah utara dan tiba di wilayah Maumere tepatnya di pelabuhan Waidoko yang pada saat itu merupakan tempat persinggahan atau berlabuhnya kapal- kapal dagang dari Bugis, Buton, Makassar, Bonerate dan juga kapal dagang Portugis dari tanah Malaka.
Di sana, lanjut Redemptus, Maong Lesu bertemu dengan salah seorang anak buah kapal dagang Portugis yang bernama Dzogo Worilla. “Moang Lesu lalu bertanya apakah di tanah mereka tidak ada kematian,
namun jawaban dari Dzogo Worilla bahwa di dunia ini manusia yang lahir, hidup dan akan berakhir dengan kematian. Tetapi untuk mendapatkan jawaban yang lebih pasti akan “Tanah Moret” tersebut, beliau diajak untuk bersama–sama berlayar menuju ke tanah Malaka karena di sana akan memperoleh penjelasan yang lebih pasti.
“Oleh karena keinginan yang kuat untuk mencari “Tanah Moret”, Moang Lesu pun akhirnya berlayar bersama–sama menuju tanah Malaka. Setibanya di Malaka, Moang Lesu dipertemukan dengan Gubernur Tanah Malaka yang bernama Worilla dan Moang Lesu menyampaikan maksud dan tujuan kedatangannya yaitu mencari ”Tanah Moret”. Terhadap pertanyaan ini, Gubernur Tanah Malaka memberikan jawaban untuk Tanah Moret hanya ada kehidupan yang bahagia dan kekal setelah kematian di dunia ini, dengan persyaratan yakni membangun Gereja dan mengikuti semua ajaran–ajaran Gereja; membangun Irimida ( stasion perarakan)”.