Transisi Energi, Tapi Bukan Transisi Keadilan

Oleh Pascual Semaun, SVD, Misionaris Indonesia bekerja di Paraguay, Amerika Latin

Pembangunan yang mengabaikan suara serta hak-hak masyarakat, dan merusak tanah
leluhur, merupakan bentuk perampasan martabat manusia. Hal ini bertentangan dengan
ajaran Gereja Katolik tentang keadilan sosial, hak atas lingkungan hidup yang layak, serta
penghormatan terhadap seluruh ciptaan.

Hal ini juga ditegaskan dalam Dokumen Abu Dhabi (2019) dan Fratelli Tutti (2020),
di mana Paus Fransiskus mengajak dunia untuk tidak menjadikan keuntungan ekonomi
sebagai satu-satunya ukuran pembangunan, melainkan menjadikan martabat manusia dan
keberlanjutan kehidupan bersama sebagai prinsip utama.

Gustavo Gutiérrez, bapak Teologi Pembebasan dari Negara Peru, mengingatkan
bahwa kemiskinan dan penindasan tidak bisa dipisahkan dari kerusakan lingkungan.
Pembangunan yang tidak melibatkan masyarakat yang hidup bergantung pada alam adalah
bentuk ketidakadilan ekologis dan sosial yang memperkuat struktur penindasan.

Penolakan masyarakat di Wae Sano, Poco Leok, Sokoria, dan Atadei terhadap proyek
panas bumi bukanlah bentuk penolakan terhadap kemajuan atau teknologi. Penolakan ini
didasarkan pada tidak adanya pelibatan yang bermakna, tidak tersedianya informasi yang
transparan, serta dampak langsung berupa kerusakan lingkungan, perampasan tanah adat, dan
gangguan terhadap kehidupan sosial-budaya.

Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More