Tradisi Pendidikan dan Karakter Anak Dalam Kearifan Lokal Kedang

Oleh: Emanuel Ubuq

Dari segala keunikan budaya dan dialek yang khas ini, terdapat sebuah kearifan lama yang cenderung hilang, yang dipandang perlu oleh penulis untuk ditulis sebagai refrensi pelestarian budaya ke depannya. Tradisi khas pendidikan moral anak dan pembentukan karakter beradab, telah menjadi barang langka di zaman ini. Tradisi ini cenderung terkikis oleh gaya hidup modern dan pengaruh teknologi digital. Artikel ini juga diharapkan dapat memperkaya pengetahuan Mulok (Muatan lokal) untuk kepentingan guru-guru Mulok di sekolah-sekolah di Kedang.  Adapun kearifan tradisi pendidikan dan pembentukan karakter anak dalam hidup berbudaya, beradat dan beradab, lazim dinamakan Tutu’ tuben tehe’ hoing  (mendidik dan mengajarkan).

 Pembahasan

Berikut bentuk dan macam praktek tradisi pendidikan dalam kehidupan komunitas Kedang, antara lain:

  1. Bote Pape Pung Lolo’, Kaban Ede’ Naban Laleng (Menjalin Kedekatan Bathin Sejak Lahir)

Orang Kedang zaman yang lalu, meyakini bahwa anak yang dilahirkan akan dekat dalam kasih sayang orang tua, karena senantiasa mengalami perlakuan yang penuh kasih dari orang tuanya. Tradisi lama mengajarkan agar anak yang baru dilahirkan perlu diberi perhatian khusus, terutama emosional keakrabannya pada orang tua. Anak yang menangis atau merajuk perlu di gendong dan ditimang-timang (bote pape pung lolo’), dan jika hendak tidur sebaiknya diperlakukan nyaman dalam gendongan yang dibentuk dari kain sarung, kemudian dikaitkan ke bahu ayah atau ibunya, sambil digoyang diiringi alunan senandung khas (kaban ede’ naban laleng).  Masih segar dalam ingatan di mana generasi lalu menikmati perlakuan yang penuh kasih ini. Sekarang di zaman ini, perlakuan penuh kasih sebagaimana tradisi lama tergantikan dengan ayunan yang digantung bebas dan alunan musik dari handphone dan televisi.  Anak seakan dijauhkan dari dekapan kasih orang tua sejak masih bayi.  Para generasi tua di Kedang, kemudian berpendapat bahwa anak yang tidak mengalami secara intens perlakuan kasih yang istimewa semenjak bayi, cenderung tumbuh dan berkembang menjadi anak yang kurang mengasihi orang tuanya.

  1. Kaong Kete’ Ede’ Sele (Menimang dengan Senandung Kasih)  
BACA JUGA:
Waspadai Hantu Demokrasi di Ajang Pemilu Serentak 2024

Masih terbayang dalam ingatan, senandung kasih sang ibu, di tengah malam tatkala sang bayi menangis. Orang tua Kedang zaman dulu, mewariskan sebuah khazanah luhur dalam seni dan lagu. Anak-anak dipapah dalam pangkuan ibu, digoyang-goyang sambil duduk atau berdiri, dengan dan dihibur dengan senandung khas yang mengandung makna dalam dan penuh kasih.

  1. Ka Tutu’ Min Tehe’(Menasihati dan Mengajarkan)

Tradisi lama yang wajib diamalkan dalam keluarga adalah rutinitas makan bersama. Orang tua akan merasa ada yang kurang, jika semua anak-anaknya tidak sempat makan bersama. Para ibu sibuk mencari anak-anaknya yang sedang bermain atau ada di luar rumah, untuk pulang dan makan bersama.  Anak-anak tidak dibiarkan mengatur waktu makannya sendiri-sendiri. Terutama anak-anak yang masih kecil. Adapun kebiasaan orang tua, memanfaatkan acara makan bersama ini untuk menasihati dan memberikan pengajaran tentang kehidupan yang beradat dan beradab. Kegiatan Ka tutu’ min tehe’ ini biasanya dilakukan pada waktu makan malam.

  1. Kaleka Bote Bei (Adab Pelayanan)

Setiap generasi Kedang tentu mengalami hal ini.  Adat pelayanan seorang anak kepada orang tuanya dan semua orang yang lebih tua merupakan pendidikan dasar akan ketaatan dan kepatuhan. Anak-anak ditugaskan untuk melayani minuman orang tua saat makan bersama dan pesta atau acara adat.

Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More