“The Miracle of Enzyme” dan Ongkos Perubahan pada Kesehatan
Oleh : Bernadinus Steni (Penggiat Standar Berkelanjutan)
Makin maju suatu masyarakat makin kompleks menu makanannya dan makin panjang pula mata rantai pasok yang melibatkan sepiring nasi. Gandum, misalnya, meski tumbuhnya di negara subtropis beriklim dingin, hampir setiap jenis menu makanan di negeri tropis seperti kita saat ini berkomponen gandum.
Ternyata definisi-definisi “kemajuan menu” makanan tidak sepenuhnya tepat. Sebaliknya, indikator kemajuan justru jadi biang kerok masalah kesehatan modern.
Studi dr. Hiromi mengkonfirmasi hal ini, bahwa ongkos perubahan tidak hanya turbulensi sosial tetapi juga merenggut tubuh.
Menurut Hiromi, sebelum 1960 kesehatan perut orang Jepang mengungguli Amerika. Seiring dengan kompetisi yang dicanangkan Jepang untuk memacu pertumbuhan ekonomi mereka, Jepang mengimitasi Barat dalam hampir semua hal.
Termasuk soal makanan. Maka itu, pada 1961 makanan ala Barat mulai diperkenalkan di Jepang. Orang-orang mulai mengenal konsumsi susu dan turunannya seperti keju dan yoghurt setiap harinya.
Sementara makanan tradisional Jepang berupa sayuran dan ikan, mulai tergantikan oleh protein hewani dan perlahan mengubah menu makanan bangsa Jepang menjadi menu makanan tinggi protein, tinggi lemak, yang berpusat pada hamburger, bistik, dan ayam goreng.