Telisik Pidato Kenegaraan Presiden Jokowi, The Indonesian Institute: Dua Hal yang Luput Disorot
“Pertama, terkait kebebasan berekspresi. Memang, pada akhir pidato, Presiden menyampaikan bahwa kritik membangun itu adalah hal yang penting. Namun permasalahannya, kadang respon terhadap kritik dari kelompok masyarakat yang ditujukan kepada Pemerintah seringkali berujung pada pemanggilan oleh aparat penegak hukum. Hal inilah yang kemudian membuat resah kelompok masyarakat yang menjaga demokrasi. Contoh terakhir misalnya Kasus Mural. Seharusnya hal tersebut tidak lantas diancam dengan proses hukum,” ungkap Arfianto atau yang biasa dipanggil Anto.
Anto mengungkapkan bahwa kebebasan berekspresi dalam Negara demokrasi seharusnya tidak perlu diganggu-gugat. Karena merupakan Hak Asasi Manusia dan di Indonesia sudah dilindungi undang-undang.
“Padahal kebebasan ekspresi dan berpendapat merupakan salah satu Hak Asasi Manusia. Dalam Pasal 19 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia (DUHAM) dikatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi. Di Indonesia sendiri hal tersebut termaktub dalam Pasal 28 E ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu, Indonesia juga meratifikasi Covenant on Civil and Political Rights melalui Undang-Undang Nomor 12 tahun 2005,” kata Anto.