Tata-Kelola Tambang di Negara RI & Risiko Bencana Alam (Bagian 3 dari 3 tulisan)

Oleh Komarudin Watubun

SDA tambang selama ini adalah milik masyarakat-masyarakat desa dan adat-pedalaman (indigenous people) berbagai negara. Di Asia-Pasifik, kelompok-kelompok masyarakat ini kini sangat berisiko akibat proyek eksploitasi SDA. Karena peraturan memudahkan pengambil-alihan dan pembebasan lahan milik masyarakat-masyarakat desa dan pedalaman, termasuk pembabatan hutan-hutan. Misalnya, India membuka tambang batu-bara sektor swasta di lahan hutan dan kemudahan AMDAL izin proyek (Rina Chandra, 12/8/2020).

Hasil kajian Elizabeth Mossop (2020) asal University of Technology di Sydney (Australia), menyebutkan bahwa masa Covid-19 saat ini, proyek-proyek pembebasan lahan investasi dan tambang di Asia-Pasifik, berisiko mengabaikan nilai lingkungan, menguntungkan perusahan, bukan masyarakat khususnya masyarakat desa, adat, perempuan, pencari kerja.

Awal abad 21, eksploitasi SDA di Asia Pasifik kian masif karena tekanan ekonomi, lonjakan penduduk, dan penipisan atau deplesi SDA. Berikutnya, terjadi stres karena langka sumber air sehat-bersih (Shah, et al, 2003), tekanan terhadap lahan pertanian (Hill, 2002), tekanan hutan-hutan (Dauvergne, 2001), dan mineral (Ballard et al, 2003). Operasi tambang skala besar sangat memicu bencana-bencana lingkungan di Asia Pasifik, misalnya operasi Ok Tedi (Banks et al, 1997), Marinduque (David, 2002), dan Freeport (2003) awal abad 21.

Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More