
Tata-Kelola Tambang di Negara RI & Risiko Bencana Alam (Bagian 3 dari 3 tulisan)
Oleh Komarudin Watubun
Peraturan melarang penggunaan (logam beracun) merkuri dalam penambangan di Negara RI. Namun, sejumlah penambang skala kecil menggunakan merkuri mengekstraksi potongan-potongan kecil emas. Mei 2019, menurut data Kementerian KLH, ada 2.500 tambang skala kecil aktif di Negara RI (Fransiska Nangoy et al, 2019) Di sisi lain, punahnya hutan bukan semata punah pohon-pohon, tetapi juga risiko lonjakan kebakaran hutan, banjir, longsor, gagal panen, dan merosot per kapita air bersih-sehat. (Fathin Ungku et al, 9/10/2020)
Akhir Juni 2016, ribuan tambang batu-bara pada sabuk batu-bara tropis, tutup buku. Karena harga anjlok dan lapisan batu-bara kering. Kemudian jejak tersisa, tulis Fergus Jensen (2016), ialah lubang-lubang lahan dan lansekap lingkungan rusak; pemulihan lingkungan rusak ini membutuhkan dana miliaran dollar AS. Tiap pulau bakal tidak lagi memiliki tutupan-hutan sekurang-kurangnya 30%, kecuali syarat-syarat sosial-ekonomi dan geo-fisik.
Tahun 2016, data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperkirakan, 90% dari 10.000 pemegang IUP belum membayar dana reklamasi atau masih berutang; sepertiga dari jumlah itu batu-bara. Ketika harga batu-bara dari 40 dollar AS per ton tahun 2004 menjadi 200 dollar AS per ton tahun 2008, nyaris Kalimantan ‘dikepung’ oleh tambang batu-bara (Reuters, 29/6/2016) Tahun 2019, RI memproduksi 610 juta ton batu-bara dan 550 juta ton tahun 2020 untuk ekspor dan pembangkit listrik (Fransiska Nangoy, et al, 23/10/2020)