Tata-Kelola Tambang di Negara RI & Risiko Bencana Alam (Bagian 3 dari 3 tulisan)
Oleh Komarudin Watubun
Industri-industri ekstraksi SDA (tambang) di seluruh dunia, memicu polusi, ancaman terhadap keragaman-hayati, emisi gas rumah-kaca, dan degradasi lahan. Sektor ini memutar sekitar 6,4 triliun dollar AS tahun 2019. Upaya mitigasi risiko lingkungan dan tata-kelola tambang secara sehat-lestari, selaras dan seimbang (sosial, ekonomi, lingkungan) mesti dimulai dari upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi di sektor tambang.
Kesley Landau et al (2020) menyebut : “Grand corruption”. Yakni UU, peraturan dan rezim izin ekstraksi SDA dihasilkan oleh aktor korup guna meraup untung dari korupsi kepentingan umum (SDA) dari Negara. Bahkan tidak jarang, pemerintah dan pelaku sektor tambang sejumlah negara, memanipulasi AMDAL—kajian dampak sosial dan lingkungan investasi.
Di Negara RI, tahun 2017, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merilis hasil audit kerugian lingkungan akibat operasi Freeport McMoRan Inc. sejak akhir 1960-an sebesar 13,25 miliar dollar AS (B. Ch. Munthe, W. Asmarini/Fergus Jensen, 25/7/2018). Kerusakan lingkungan meliputi polusi wilayah pantai; Freeport Indonesia (PTFI) membabat ribuan ha hutan lindung dan menambang bawah tanah tanpa izin lingkungan (Reuters, 25/7/2018)